Legenda Roro Jonggrang: Kisah Cinta, Kutukan, dan Seribu Candi

31-08-2025

Bab I – Kehidupan di Istana Prambanan

Roro Jonggrang dikenal sebagai putri yang bukan hanya cantik, tetapi juga cerdas, anggun, dan berwibawa. Sejak kecil, ia dibesarkan di istana Prambanan yang megah. Ayahnya, Prabu Boko, dikenal sebagai raja yang gagah perkasa, meski sering dianggap sombong dan keras kepala.

Rakyat menghormati Prabu Boko, namun diam-diam banyak yang takut dengan kekuasaannya. Roro Jonggrang, meski putri raja, justru berbeda: ia penyayang, rendah hati, dan sangat peduli pada rakyat kecil. Hal inilah yang membuat rakyat Prambanan sangat mencintainya.

Ketenangan itu hancur ketika berita datang bahwa Kerajaan Pengging, dipimpin ksatria sakti Bandung Bondowoso, sedang bersiap menyerang.


Bab II – Bandung Bondowoso Sang Ksatria Sakti

Bandung Bondowoso bukan ksatria biasa. Ia mewarisi kesaktian luar biasa, mampu menaklukkan musuh dengan sekali gebrakan. Ia juga menguasai ilmu gaib, sanggup memanggil pasukan jin untuk membantunya dalam peperangan.

Namun, di balik kekuatannya, ia adalah lelaki dengan hati yang kosong. Ia merindukan seorang pendamping. Ketika mendengar kecantikan Roro Jonggrang, hatinya terguncang. Ia berkata pada dirinya sendiri:

“Aku akan menaklukkan Prambanan, dan menjadikan Roro Jonggrang permaisuriku.”


Bab III – Pertempuran yang Mengguncang Prambanan

Pertempuran besar pun tak terelakkan.

  • Pasukan Prambanan berusaha sekuat tenaga melawan.

  • Namun, kekuatan Bandung Bondowoso jauh melampaui mereka.

  • Satu per satu prajurit gugur, istana pun porak-poranda.

Akhirnya, Prabu Boko tewas di medan perang. Rakyat Prambanan berduka. Mereka kehilangan raja, dan istana jatuh ke tangan musuh.

Dalam duka itu, Bandung Bondowoso masuk istana dengan penuh wibawa. Pandangannya langsung tertuju pada sosok Roro Jonggrang, yang sedang menangis di samping ibunya.


Bab IV – Lamaran Bandung Bondowoso

Dengan lantang ia berkata:

“Roro Jonggrang, putri Prambanan yang jelita. Mulai hari ini, Prambanan berada di bawah kekuasaanku. Aku ingin kau menjadi istriku. Jika kau menjadi permaisuriku, maka rakyatmu akan aman dan sejahtera.”

Roro Jonggrang terdiam. Hatinya bergolak. Bagaimana mungkin ia menikahi orang yang telah membunuh ayahnya? Namun, ia sadar bahwa menolak lamaran ini berarti bencana besar bagi rakyat Prambanan.

Dengan kecerdikan, ia pun menjawab:

“Aku bersedia menjadi istrimu, wahai Bandung Bondowoso. Namun aku punya satu permintaan. Buatkan aku seribu candi dalam semalam. Jika kau berhasil, aku akan menjadi istrimu.”


Bab V – Malam Penuh Gaib

Bandung Bondowoso tertawa percaya diri.

“Itu permintaan mudah bagiku. Aku akan memanggil para jin untuk membantuku.”

Malam itu, ia duduk bersila, memejamkan mata, dan melantunkan mantra sakti. Seketika, ribuan jin datang. Mereka menggali tanah, menyusun batu, dan membangun candi demi candi. Bumi berguncang, langit bergemuruh, dan dalam waktu singkat sudah ratusan candi berdiri megah.

Roro Jonggrang yang melihat dari kejauhan menjadi panik. Ia tak menyangka Bandung Bondowoso benar-benar bisa memenuhi permintaannya.


Bab VI – Tipu Daya Roro Jonggrang

Ketika jumlah candi telah mencapai 999, Roro Jonggrang segera menyusun siasat. Ia memanggil para dayang dan rakyat desa.

“Cepat! Tumbuklah padi! Bakar jerami! Buat suara ramai seakan fajar telah tiba!”

Segera, suara alu dan lesung bertalu-talu. Api jerami menyala menerangi langit. Ayam-ayam berkokok, mengira pagi sudah datang.

Pasukan jin yang sedang membangun pun kaget. Mereka berhenti bekerja, mengira waktu sudah habis. Dalam sekejap, mereka lenyap kembali ke alam gaib.


Bab VII – Murka dan Kutukan

Bandung Bondowoso mendapati hanya ada 999 candi yang selesai. Tinggal satu lagi, tetapi waktunya sudah habis. Ia merasa dikhianati.

Dengan wajah merah padam ia berteriak:

“Roro Jonggrang! Engkau licik! Engkau cantik, tetapi hatimu batu. Karena tipu dayamu, aku mengutuk engkau menjadi batu, agar kau melengkapi jumlah seribu candi itu!”

Seketika, tubuh Roro Jonggrang kaku. Ia berubah menjadi arca batu. Konon, arca tersebut kini berdiri di kompleks Candi Prambanan, menjadi salah satu arca perwujudan dewi.


Bab VIII – Variasi Cerita di Nusantara

Legenda Roro Jonggrang punya beberapa versi berbeda:

  1. Versi Jawa Tengah – menekankan kisah Bandung Bondowoso yang marah dan mengutuk Roro Jonggrang.

  2. Versi Jawa Timur – menambahkan detail bahwa sebenarnya Roro Jonggrang mencintai orang lain, sehingga ia menolak lamaran Bandung Bondowoso dengan cara cerdik.

  3. Versi rakyat desa – ada yang menyebutkan jumlah candinya bukan 1000, melainkan 999 candi, karena Roro Jonggrang sudah menjadi pelengkap.

Perbedaan versi ini menunjukkan bagaimana cerita rakyat bisa berkembang sesuai daerah dan tradisi lisan.


Bab IX – Analisis Simbolik

Legenda ini penuh dengan simbol:

  • Bandung Bondowoso melambangkan ambisi dan kekuatan maskulin.

  • Roro Jonggrang melambangkan kecantikan, kecerdikan, sekaligus kelemahan manusia yang harus membayar akibat dari tipu daya.

  • Seribu candi melambangkan kesempurnaan, namun mustahil dicapai dengan akal-akalan.

  • Kutukan menjadi simbol karma: setiap tindakan pasti berbuah akibat.


Bab X – Hubungan dengan Candi Prambanan

Secara sejarah, Candi Prambanan memang dibangun sekitar abad ke-9 M oleh Rakai Pikatan, raja dari Wangsa Sanjaya. Namun, bagi rakyat Jawa, candi megah ini terlalu besar dan menakjubkan untuk dianggap hasil karya manusia semata.

Maka lahirlah legenda Roro Jonggrang sebagai penjelasan rakyat tentang asal-usul candi. Kompleks Prambanan kini terdiri dari ratusan candi, termasuk Candi Sewu, yang dalam bahasa Jawa berarti “seribu candi”.


Bab XI – Nilai Moral dalam Kehidupan Modern

Cerita Roro Jonggrang masih relevan untuk masa kini. Pesan-pesan yang bisa kita ambil:

  1. Kecerdikan harus digunakan dengan bijak – Roro Jonggrang berhasil menipu, tetapi akhirnya dirinya sendiri yang terkena akibat.

  2. Ambisi tanpa kesabaran membawa kehancuran – Bandung Bondowoso terlalu angkuh hingga dikalahkan oleh siasat sederhana.

  3. Cinta tidak bisa dipaksakan – pernikahan tanpa cinta hanya berujung pada tragedi.

  4. Budaya lisan sebagai pengikat bangsa – legenda ini memperkuat identitas Jawa dan Nusantara.


Penutup

Legenda Roro Jonggrang bukan hanya kisah cinta tragis, tetapi juga refleksi budaya Jawa yang kaya. Dari kisah ini, kita belajar bahwa kecantikan, kesaktian, maupun kekuasaan, tidak ada artinya tanpa kejujuran dan ketulusan.

Kini, setiap orang yang berkunjung ke Candi Prambanan akan selalu diingatkan pada kisah cinta Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang. Kisah yang berakhir dengan kutukan, tetapi abadi dalam batu, menjadi warisan sejarah, budaya, dan legenda yang akan terus hidup dari generasi ke generasi.


Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja