Kisah legenda Ken Arok

31-08-2025

Di sebuah desa kecil di Tumapel, hiduplah seorang pemuda bernama Ken Arok. Ia bukan keturunan bangsawan, hanya anak seorang rakyat jelata. Sejak muda, hidupnya keras—ia dikenal sebagai penjudi, pencuri, dan pembuat onar. Namun, di balik itu, Ken Arok menyimpan kecerdikan dan keberanian luar biasa.

Suatu hari, nasib mempertemukannya dengan seorang pendeta bijak dari India, Mpu Lohgawe. Sang pendeta melihat sesuatu yang berbeda pada diri pemuda liar itu.
“Wahai Arok,” kata Lohgawe, “takdirmu besar. Kau ditakdirkan menjadi raja.”

Sejak saat itu, Ken Arok berubah. Ia mulai menata hidupnya, mendekati orang-orang berpengaruh, hingga akhirnya masuk ke lingkungan Tunggul Ametung, penguasa Tumapel.

Namun, hati Ken Arok terguncang ketika ia melihat Ken Dedes, istri Tunggul Ametung. Kecantikan Ken Dedes begitu memesona. Dalam suatu perjalanan, kain Ken Dedes tersingkap, dan cahaya keluar dari pahanya. Ramalan berkata: “Siapa pun yang menikahi Ken Dedes akan menurunkan raja-raja besar di Jawa.”
Sejak itu, ambisi Ken Arok semakin membara. Ia ingin merebut Ken Dedes, sekaligus kekuasaan.

Untuk menjalankan rencananya, ia mendatangi seorang empu terkenal, Mpu Gandring, memesan sebilah keris pusaka. Namun, karena proses pembuatan lama, Ken Arok gelap mata. Keris yang belum selesai itu ia gunakan untuk membunuh sang empu. Dengan napas terakhirnya, Mpu Gandring mengutuk:
“Keris ini akan menelan tujuh nyawa dari keturunanmu, Arok!”

Kutukan itu tak membuatnya gentar. Dengan keris pusaka itu, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, dan menuduh orang lain sebagai pelakunya. Ia kemudian menikahi Ken Dedes dan resmi menjadi penguasa Tumapel.

Ambisinya belum berhenti. Ia memimpin pemberontakan terhadap Kerajaan Kediri, dan berhasil menaklukkannya. Tahun 1222, ia memproklamasikan berdirinya Kerajaan Singasari, menjadi raja pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi. Dari seorang bandit jalanan, ia menjelma menjadi pendiri dinasti besar yang kelak melahirkan Majapahit.

Namun, kutukan keris Mpu Gandring tak bisa dielakkan. Beberapa tahun kemudian, ia dibunuh oleh Anusapati, anak dari Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Anusapati menggunakan keris yang sama untuk menuntut balas atas kematian ayah kandungnya.

Begitulah, keris Mpu Gandring terus berpindah tangan, membawa kematian demi kematian, seakan menjadi simbol dari ambisi, pengkhianatan, dan takdir yang tak bisa dihindari.


✨ Dari seorang rakyat biasa, Ken Arok naik menjadi raja besar. Namanya masih dikenang hingga kini—sebagai sosok penuh ambisi, kecerdikan, dan juga kutukan.


Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja