Anjing Itu Najis Nggak Sih? Pandangan Islam Menurut Ulama

1-08-2025

Pendahuluan

Pertanyaan tentang najis atau tidaknya anjing sering muncul dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di Indonesia, di mana masyarakat Muslim hidup berdampingan dengan pemelihara anjing, baik sebagai hewan penjaga rumah, pemburu, atau sekadar hewan peliharaan.

Banyak orang kemudian bertanya-tanya: “Apakah benar anjing itu najis? Kalau kita menyentuh anjing, apakah harus bersuci? Boleh nggak sih memelihara anjing dalam Islam?”

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menelusuri pandangan Al-Qur’an, Hadits, serta perbedaan pendapat para ulama dalam empat mazhab besar Islam.


Pandangan Islam tentang Anjing

1. Anjing dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an tidak secara eksplisit menyebut anjing sebagai hewan najis. Justru ada penyebutan anjing dalam beberapa ayat, salah satunya dalam kisah Ashabul Kahfi:

“…Dan anjing mereka mengulurkan kedua lengannya di pintu gua.” (QS. Al-Kahfi: 18)

Ayat ini menunjukkan bahwa anjing disebut dalam konteks positif, sebagai sahabat setia Ashabul Kahfi. Artinya, Al-Qur’an tidak mengharamkan keberadaan anjing itu sendiri.

2. Hadits tentang Anjing

Namun, ada beberapa hadits yang menjadi dasar hukum mengenai najis anjing, terutama terkait air liurnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Sucinya bejana salah seorang di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, salah satunya dengan tanah.” (HR. Muslim)

Hadits ini kemudian dijadikan dalil oleh mayoritas ulama bahwa anjing dianggap najis, terutama air liurnya.


Perbedaan Pendapat Ulama tentang Najisnya Anjing

Dalam fiqih Islam, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status najis anjing. Mari kita lihat satu per satu.

1. Mazhab Syafi’i

Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa anjing secara keseluruhan adalah najis, baik tubuh maupun air liurnya. Karena itu, menyentuh anjing (dalam keadaan basah) membuat pakaian atau tubuh terkena najis.

Kalau anjing menjilat wadah, maka wadah tersebut wajib dicuci tujuh kali, salah satunya dengan tanah, sesuai hadits Nabi.

2. Mazhab Hambali

Pendapat mazhab Hambali hampir sama dengan Syafi’i, yaitu anjing dianggap najis secara mutlak. Baik bulu, tubuh, maupun air liurnya.

Maka, bila seseorang terkena anjing dalam keadaan basah, wajib disucikan sesuai tata cara yang diajarkan.

3. Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi lebih moderat. Mereka berpendapat bahwa yang najis hanyalah air liur anjing, sedangkan bulu atau tubuhnya tidak otomatis najis.

Artinya, kalau sekadar menyentuh bulu anjing yang kering, tidak perlu disucikan secara khusus.

4. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki punya pandangan berbeda. Menurut mereka, anjing tidak najis secara dzatnya. Tubuh dan bulu anjing dianggap suci.

Namun, mereka tetap mewajibkan mencuci bejana yang dijilat anjing sebagai bentuk ketaatan kepada hadits Nabi. Jadi, hukum ini bukan karena najis, melainkan sebagai ibadah ta’abbudi (ketaatan murni).


Memelihara Anjing dalam Islam

1. Boleh untuk Tujuan Tertentu

Islam tidak melarang memelihara anjing sama sekali. Dalam hadits, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa memelihara anjing untuk berburu, menjaga ternak, atau menjaga rumah diperbolehkan.

“Barang siapa memelihara anjing, maka pahalanya akan berkurang setiap hari satu qirath, kecuali anjing untuk berburu, menjaga hewan ternak, atau menjaga ladang.” (HR. Bukhari & Muslim)

Artinya, memelihara anjing untuk kebutuhan tertentu diperbolehkan, tapi jika hanya sekadar hobi atau gaya hidup, sebagian ulama memandangnya makruh.

2. Menyentuh Anjing

  • Kalau menurut mazhab Syafi’i, menyentuh anjing yang basah akan menularkan najis. Maka harus disucikan.

  • Kalau menurut mazhab Maliki, anjing tidak najis, sehingga menyentuhnya tidak masalah.

3. Kebersihan & Kesucian

Apapun pendapat yang diikuti, Islam menekankan pentingnya menjaga kebersihan. Jadi, meski ada perbedaan pendapat, intinya seorang Muslim tetap dianjurkan menjaga diri dari najis dan kotoran.


Hikmah dari Perbedaan Pendapat

Perbedaan pandangan ulama tentang najis anjing menunjukkan bahwa fiqih Islam itu luas dan fleksibel. Tidak perlu saling menyalahkan antara yang memegang mazhab Syafi’i (najis mutlak) atau Maliki (tidak najis).

Yang terpenting adalah:

  • Menjaga kebersihan.

  • Mengikuti mazhab yang diyakini.

  • Tidak merendahkan pendapat orang lain.

Islam adalah agama yang memudahkan, bukan mempersulit.


Kesimpulan

Jadi, apakah anjing itu najis? Jawabannya tergantung mazhab yang diikuti:

  • Menurut Syafi’i & Hambali: najis mutlak.

  • Menurut Hanafi: hanya air liurnya yang najis.

  • Menurut Maliki: anjing tidak najis, tapi tetap ada adabnya.

Islam tidak melarang memelihara anjing, selama ada tujuan syar’i (menjaga rumah, ternak, berburu). Namun, tetap harus menjaga kebersihan sesuai tuntunan agama.

Pada akhirnya, perbedaan pendapat ini adalah rahmat. Seorang Muslim bebas mengikuti pendapat ulama yang ia yakini, selama tetap menghargai perbedaan.


Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja